30 April, 2009

KPU Kaltim Dinilai seperti Anak Kecil

BalikpapanImage via Wikipedia

KEPUTUSAN Dewan Kehormatan (DK) Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kaltim yang merekomendasikan pencopotan Ketua KPU Balikpapan Rendy Soesiswo Ismail dinilai seperti anak kecil.

Penilaian itu dilontarkan Galatia yang mengaku sebagai kepala Adat Dayak Kenyah di Balikpapan.

“Seharusnya KPU Kaltim tidak boleh terpengaruh oleh tekanan dari luar,” ujar Galatia ketika berkunjung ke Gedung Biru Kaltim Post Balikpapan tadi malam.

Coat of Arms of Indonesian province of East Ka...Image via Wikipedia

Galatia yang ditemani oleh tokoh masyarakat Balikpapan Daud Bauk menyatakan, tekanan dari luar yang dimaksud berasal dari salah satu forum masyarakat Balikpapan. Menurutnya, forum ini bergerak di luar sistem yang berusaha mengacaukan jalannya pemilu 2009.

Seperti diberitakan, anggota KPU Kaltim Jofri mengungkapkan bahwa DK KPU Kaltim telah merekomendasikan Rendy diberhentikan dari keanggotaan KPU Balikpapan. Alasannya, berdasarkan hasil penelitian DK bahwa Rendy pernah terlibat perkara pidana yang ancaman hukumannya di atas enam tahun.

Rekomendasi itu dikeluarkan setelah DK yang terdiri dari Sarosa Hamongpranoto (ketua), Jofri dan Arif Endang Sri Wahyuni masing-masing anggota menggelar rapat di sekretariat KPU Kaltim, Selasa (24/3).

Menurut Jofri, rekomendasi tersebut selanjutnya diserahkan kepada KPU Kaltim untuk diplenokan. Hasil pleno ini tidak mengubah rekomendasi yang disampaikan DK. “Karena rekomendasi yang diberikan DK ini adalah bersifat mengikat,” kata Jofri.

Ketua DK Sarosa Hamongpranoto menjelaskan, pihaknya hanya ditugaskan membuat rekomendasi dari analisa kasus yang dialami Rendy. Mengenai keputusan akhir KPU Kaltim, dia tidak bisa mencampurinya.

“Tugas kami memang hanya menganalisa kasus tersebut dan membuat rekomendasi yang akan dibawa ke sidang pleno KPU. Masalah pemecatan atau penggantian, KPU yang berwenang menentukannya,” ucap Sarosa.

Daud memandang Sarosa Hamong Pranoto tidak paham hukum dengan baik karena terlalu cepat memutuskan hasil rekomendasi dengan anggota DK yang belum lengkap.

“Saat mereka putuskan, anggota DK hanya berdua. Bu Endang (anggota DK satu lagi, Red) sedang berada di Bogor,” kata Daud.

Padahal, lanjut Daud, banyak persoalan yang belum mereka inventarisasi. Seperti kasus serupa yang terjadi di Sumatera Selatan. Dimana Mahkamah Konstitusi memenangkan tergugat lantaran tidak ada dalam undang-undang yang menyatakan tenggang waktu batas akhir masa hukuman dengan pendaftaran sebagai anggota KPU. “Dalam undang-undang belum ada mengatur sampai kapan saudara Rendy tidak boleh menjadi pejabat publik karena kasus pidananya yang dulu,” tegas Daud.

Daud dan Galatia berencana menggugat KPU Kaltim melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) apabila Rendy benar-benar dicopot.

Ketika ditanya mengapa bukan Rendy yang menyampaikan sikap ini? Galatia memperkirakan Rendy ingin memberikan kesempatan agar masyarakat dapat menilai sendiri. “Sebab apabila ia berkomentar maka masyarakat akan menganggap itu sekadar pembelaan Rendy,” tutur Galatia.(*/jaz)
Reblog this post [with Zemanta]

No comments:

Post a Comment